Hack Yourself!
“Setiap orang punya milieu intelektualnya
masing-masing.”
Kajian karakter selalu menarik untuk dibahas.
Mengenali karakter sangat penting bagi guru untuk mengetahui masing-masing
jalur kecerdasan peserta didik, karena cara belajar dan bakat setiap peserta
didik berbeda. Selain itu, kajian karakter pun sangat penting sebagai
pengamalan dari firman Allah di surat Adz-Dzaariyat ayat 21:
وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ
اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ
"Dan dalam diri kalian sendiri, maka
tidakkah kalian memperhatikannya?"
Kata “bashara” (melihat yang tak
terlihat/nonmikroskopis) lebih dalam dari “nazhara” (melihat hal yang
terlihat/mikroskopis).
Ayat ini lebih menjurus kepada hal yang abstrak
seperti psikis daripada yang konkret seperti anatomi. Atau bisa juga
memperhatikan keajaiban-keajaiban yang Allah tampakan dalam ciptaan-Nya. Begitu
pula di akhir surat Fushshilat ayat 53,
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا
فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّ
"Akan kami tampakan tanda-tanda kekuasaan
kami di seluruh ufuk jagat raya dan di dalam diri mereka sendiri, hingga nyata
bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah sebuah kebenaran."
Para ulama memang menafsirkan makna ayat
tersebut sebagai keajaiban pertolongan Allah kepada kaum Muslimin, yang berawal
dari sebuah pedusunan Yatsrib yang kecil, menjadi negeri Madinah, hingga
menjadi imperium besar yang menguasai 1/3 dunia, serta menaklukan dua imperium
di zamannya.
Namun dewasa ini, sains dan teknologi telah
membuka cakrawala yang lebih luas seputar kemukjizatan Al-Qur'an, termasuk
dalam kajian karakter. Ada banyak tanda kekuasaan Allah yang dapat ditemukan
dalam pengkajian “An-Nafs” (jiwa), salah satunya tentang karakter dan mesin
kecerdasan.
Saya bukan orang Psikologi, tapi termasuk orang
yang menyimpan perhatian lebih terhadap dunia psikologi praktis demi
mengamalkan perintah Allah di surat Adz-Dzariyat ayat 21 tadi. Dalam mencari
tahu perihal karakter ini, saya pernah mengikuti tes STIFIn dengan hasil mesin
kecerdasan “Instinc”, dan tes Talents Mapping dengan hasil 7 karakter utama
dari total 34 karakter bakat, yaitu connectedness, input, maximizer, empathy,
futuristic, intellection, dan harmony.
Setelah memperhatikan karakter pribadi, ada
banyak hal yang bisa dipelajari. Ibarat posisi pada pemain bola, bisa berfokus
dengan posisi masing-masing. Posisi back tidak perlu memaksakan diri menjadi
striker, begitupun striker yang tidak perlu memaksakan mundur ke belakang
menggantikan keeper.
Memahami karakter diri membuat lebih bersyukur
dan dapat berfokus pada apa yang Allah berikan. Menjadi lebih percaya diri
dengan penuh semangat mengupgrade kemampuan diri melalui bakat yang telah Allah
berikan.
Sebelum mengenal karakter, saya mengalami
kesulitan dalam belajar. Hal ini setidaknya terjadi di jenjang SD dan SMP, saya
tidak pernah mengais ranking walaupun hanya sekali, karena merasa terbebani
dengan pelajaran tertentu dan akhirnya menganggap diri tidak berkemampuan dan
tertinggal. Namun, setelah mengenal karakter akhirnya bisa lebih legowo dengan
pelajaran yang unintended dan lebih nge-gas di pelajaran-pelajaran yang
merupakan arena intelektual diri.
Berdasarkan pengalaman pribadi, setelah
memahami kelebihan di bidang seni dan sastra, saya terus mengupgrade dua hal
tersebut, dari mulai menulis buku, menulis lagu, mempelajari gitar dan piano,
menggeluti seni kaligrafi, qira’ah berirama, serta kesenian lainnya. Beberapa
orang menyangka bahwa saya memiliki talenta lebih dari satu, padahal saya hanya
memaksimalkan sebuah mesin kecerdasan yang Allah berikan. Jadi, semuanya
dimulai dari mengenal diri sendiri.
Analogi dalam sebuah handphone, kita seakan
menghacking diri dan menginstal aplikasi-aplikasi yang kita inginkan dan
menghapus yang tak perlu, memenuhi RAM dengan skill yang kita inginkan dan
mengisi ROM dengan karya dan produk yang bisa kita hasilkan.
Bedakan dengan orang yang sama sekali tidak
mengenal dirinya dan terombang-ambing dalam kebingungan intelektual. Bingung
dengan jurusan mana yang harus dia pilih dan bingung terhadap masa depannya
ingin jadi apa.
Kajian karakter ini sangat luas jangkauannya,
melalui metode belajar, metode menghafal, bahkan jurusan kuliah. Saya sampai
aneh sendiri ketika mengkaji personal genetik dalam konsep STIFIn.
Terlalu banyak “Allahu akbar” yang saya
temukan, terutama saat mengetahui adanya akurasi antara DNA, sidik jari, bakat,
mesin kecerdasan (otak yang paling dominan) yang menjurus pada pengetahuan
terhadap karakter manusia.
Dalam hal ini, takdir (ukuran/perhitungan) yang
Allah tetapkan untuk seluruh makhluk-Nya benar-benar sangat teliti. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qamar ayat 49,
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ
خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
"Sesungguhnya segala sesuatu itu telah
kami ciptakan berdasarkan ketentuan (perhitungan yang sangat teliti dan
akurat)."
Apapun yang kita teliti jika dilakukan dengan
jujur, maka hasilnya akan bermuara kepada sebuah pengakuan kehambaan dan kerendahdirian
di hadapan Allah sang Pencipta, sembari berkata:
رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Wahai Rabb kami, tak ada satupun dari
ciptaan Engkau yang sia-sia (penuh hikmah). Maha Suci Engkau, maka lindungilah
kami dari api neraka." (QS.
Ali Imran: 192)
Setiap orang mempunyai milieu intelektualnya
masing-masing, begitupun dengan para santri. Mencoba mengembalikan santri
kepada fitrah intelektualitasnya merupakan salah satu cara terbaik untuk
memaksimalkan kemampuan mereka, kecuali dalam hal yang fardhu ‘ain (wajib bagi
perorangan untuk menguasai dan tak bisa diwakilkan) seperti shalat, membaca Al-Qur’an, memahami syariat Islam, maka
tentu seluruh santri harus bisa menguasai.
Adapun dalam pelajaran duniawi, maka memilihkan
jalur studi sesuai karakter mesin kecerdasannya merupakan sebuah ikhtiar
terbaik untuk masa depan mereka. Hal ini pun sesuai dengan konsep merdeka
belajar. Wallahu a’lam.










