Jodoh Ibarat Cermin; Cerdas Memilih Patner Domestik

03.01.00 Pustaka Abu Hizqiyal 0 Comments



Pernikahan merupakan amal ibadah sepanjang masa yang kebaikannya akan menjadi aset yang luar biasa di dunia dan akhirat. Tentu kita semua ingin kebahagiaan dalam menjalaninya. Dan tentunya agar beroleh kebahagiaan, kita harus memilah dan memilih calon pasangan.

Secara rasional, pemuda yang sholeh akan memilih gadis yang sholehah, sebaliknya gadis yang sholehah akan memilih pemuda yang sholeh juga sebagai partner domestik (teman hidup) abadinya.
Syari'at Islam pun memberikan rambu-rambu dan perhatian besar tentang hal ini. Allah telah memerintahkan seorang muslim dan muslimah untuk memilih pasangan dengan kriteria yang sesuai dengan apa yang diwasiatkan oleh Rosululloh shollallohu alaihi wasallam.

Untuk para pemuda, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam telah berwasiat dalam sabdanya:

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Sedangkan untuk kaum Muslimah, Rosululloh mewasiatkan,

إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في
الأرض وفساد كبير

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)

Dua wasiat Rosululloh di atas adalah harga mati bagi dua calon mempelai yang mendamba kebahagiaan hakiki di dunia dan akhiratnya. Maka, baik seorang muslim atau muslimah dianjurkan untuk mencari pasangan hidup yang beriman kepada Allah, bertakwa, serta berilmu dan berakhlak mulia.

Maka konsekuensinya, ketika kita menginginkan jodoh yang sholeh/sholehah, maka hal yang pertama kali harus kita lakukan adalah dengan berdo'a untuk disholeh/disholehahkan kemudian berikhtiar dengan terus belajar dan memperbaiki diri.

Saat ini muncul sebuah pergerakan positif yang harus sangat disyukuri, yaitu istilah "Hijrah" yang dipopulerkan oleh Al-Ustadz Hanan At-Taqy Hafizhohulloh dengan Pemuda Hijrahnya. Fenomena pemuda hijrah ini ibarat sebuah gelombang yang banyak menyadarkan para pemuda untuk bergerak lebih baik, dengan izin Alloh. Alhamdulillah!

Lalu, benarkah bahwa jodoh adalah cerminan diri?
Ada sebuah dalil tersirat yang menyatakan hal ini. Yakni, apabila kita ingin mendapatkan pasangan yang baik, maka sebaiknya kita mempersiapkan dan memantaskan diri dengan berusaha menjadi lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya: "Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula." (QS. An Nur: 26)

Ayat ini berbicara tentang konsekuensi logis rasional. Maka, teruslah memperbaiki diri dengan banyak berdo'a memohon hidayah taufiq agar disholehkan, dan berikhtiar menimba hidayah irsyad dengan menimba ilmu syar'i serta berteman dengan orang-orang shaleh.

Begitulah! Karena sebagaimana engkau berusaha memantaskan diri, begitu pula Alloh mempersiapkan jodoh yang sedang memantaskan diri juga. Dan kelak dua hati itu akan dipertemukan.

Saya ingin sedikit berbagi tentang hal ini. Ada sebuah kisah nyata yang saya alami sendiri perihal bab jodoh ini. Kisah ini adalah tentang bagaimana Alloh menggenggam dua hati yang sama-sama sedang berusaha memperbaiki diri, lalu mempersatukan keduanya.

Pertengahan tahun 2012 adalah tahun yang sangat bersejarah bagi kami berdua. Karena di waktu tersebut, saya dan istri digiring oleh Alloh menuju hidayah-Nya. Ya! Kami berhijrah menggenggam sunnah di waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda. Tapi kami tidak saling kenal, tidak pernah berkomunikasi sedikitpun.

Di tahun 2012 sampai 2016 itu kami berdua berproses di pesantren masing-masing. Saya menyelesaikan program sarjana di Bogor selama 4 tahun. Begitupun istri saya menyelesaikan program SMAnya di pondok pesantren Al-Muttaqin Jepara selama 4 tahun juga. Waktu yang sama, tempat yang berbeda!

Hingga di 2016 kami sama-sama lulus. Saat itu usia saya 22 tahun. Ketika terbersit untuk menikah, saya mencoba untuk mencari calon istri. Cara yang saya pilih adalah metode "Muakho" (Mempersaudarakan). Yaitu cara yang dilakukan oleh Rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabatnya.

Misalnya, Rosululloh menikahi putri Abu Bakr dan Umar. Umar menikah dengan putrinya Ali, Ali dan Utsman menikah dengan putri-putri Rosululloh. Hal seperti ini adalah metode terbaik untuk mengikat tali ikhwah (persaudaraan) agar lebih kuat. Begitulah Islam mengajarkan!

Maka saat itu saya bertanya kepada seorang sahabat yang sama-sama sudah dipahamkan. Dia memperkenalkan saya dengan sepupunya yang sekarang menjadi istri saya. Akhirnya saya berta'aruf, melamar dan menikah. Maka saya dan sahabat saya ini menjadi keluarga. Begitulah konsep Muakho'. Mudah bukan?

Bagi anda yang belum menikah, silakan praktikkan metode 'Muakho' ini. In syaa Alloh akan banyak faidahnya. Setidaknya, ikatan persahabatan yang kita bangun dengan sahabat kita akan lebih kuat.

Amirul Mu'minin Umar Rodhiyallohu 'anhu pernah berkata bahwa nikmat terbaik setelah Islam dan Iman adalah ketika kita dikaruniai sahabat yang sholeh yang senantiasa menasehati kita tentang akhirat. Maka kuatkanlah ikatan persahabatanmu dengan sahabat-sahabat yang sholeh! Salah satunya dengan cara ini.

Kembali ke pembahasan "Jodoh Ibarat Cermin". Jadi poinnya, ketika kita berikhtiar memperbaiki diri, yakinlah bahwa di tempat yang berbeda jodoh kita pun sedang menempuh jalan yang sama.

You'll just have to try!

Kesimpulan: 

"Jodoh merupakan cerminan diri kita. Memang hakikatnya sudah ditakdirkan, dan terkadang ada anomali tatlaka Allah menjodohkan seorang Muslim yang sholeh dan seorang wanita yang tidak sholehah, atau sebaliknya. Namun mayoritas yang terjadi, secara rasional tentunya seorang wanita sholehah hanya akan memilih laki-laki yang sholeh, begitu pun sebaliknya."


You Might Also Like

0 komentar: