Menggenggam Erat Surat Al-Fatihah

21.14.00 Pustaka Abu Hizqiyal 0 Comments



Ikhwatul Ahibba! Surat Al-Fatihah merupakan Ummul Kitab atau induk semang dari Al-Qur'an, yang menjabarkan isi Al-Qur'an secara keseluruhan. Selain itu, Al-Fatihah juga merupakan salah satu rukun di dalam melaksanakan amal ubudiyah yang utama, yakni shalat.

Dari sini kita dapat mengetahui betapa spesialnya surat ini di sisi Alloh. Dan semakin kita menggali ilmu dan hikmah di surat lain, keistimewaan Al-Fatihah akan semakin terasa. Maka sangat wajar apabila Al-Fatihah disebut sebagai surat istimewa yang tidak diturunkan di kitab-kitab sebelumnya. Wajar pula apabila surat ini dijadikan rukun wajib dalam shalat bahkan inti dari shalat itu sendiri.

Karena itulah seorang Muslim wajib menggenggam Al-Fatihah sekuat-kuatnya dan memahami Al-Fatihah sepaham-pahamnya. Setelah itu, maka dengan sendirinya pemahaman kita akan berkembang menuju kepada ketakwaan, in syaa Alloh.

Misalnya untuk memahami kata "Al-hamdu" yang merupakan alif lam istighraqiyah (menetapkan bahwa pujian hanya berhak diberikan kepada Alloh saja tanpa ada celah untuk yang lain) dihubungkan dengan "Robbul Aalamiin" (Pencipta, pengurus, pemberi rezeki, pemerhati seluruh makhluk-Nya di seluruh alam, yang meliputi alam manusia, hewan-hewan, malaikat, jin, dan makhluk lainnya yang tidak kita ketahui. Semuanya tak luput dari perhatian dan kasih sayang Alloh).

Untuk memahami kata Robb, kita tidak boleh hanya mengandalkan translet ke dalam sebuah bahasa lain yang sangat berkaitan erat dengan  istilah dari agama yang ada sebelum Islam. Misalnya, kata Robb sering diterjemahkan dengan kata Tuhan. Ini sangat tidak mewakili sama sekali, dan sangat mengkerdilkan kekuasaan Alloh.

Kata tuhan berasal dari bahasa sanskerta, yaitu Tu (Kepala) dan Hyang (Dewa). Kepala Dewa? Dewa dalam agama Hindu bukan hanya satu, akan tetapi dewa dalam agama tersebut banyak dan masing-masing memiliki peran dan daerah kekuasaan bahkan tandingan. Layakkah hal seperti itu disamakan dengan Alloh Robbul Aalamiin? Subhaanallohi ‘ammaa yashifuun. Alloh banyak menyindir tentang hal ini dalam Al-Qur'an, misalnya di dalam surat Az-Zumar ayat 67:

وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦ وَٱلۡأَرۡضُ جَمِيعٗا قَبۡضَتُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَٱلسَّمَٰوَٰتُ مَطۡوِيَّٰتُۢ بِيَمِينِهِۦۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ  ٦٧

“Dan mereka tidak mengagungkan Alloh dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Tidakkah kita menyadari bahwa pengkerdilan bahasa dapat membuat persepsi kita menjadi kerdil pula? Maka kita wajib memahami tafsiran Al-Fatihah perkata.

Jika kita ingin mendapatkan tafsiran yang lebih cocok tentang kata "Robb" maka Alloh telah memberikan permisalan di dalam kitab-Nya yang mulia. Yakni dalam surat Al Isra ayat 24:
وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا  ٢٤

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Robbku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah me-robb-kan aku waktu kecil".

Dalam ayat ini, Alloh memberikan permisalan tentang makna Robb agar akal manusia yang terbatas dapat memahaminya. Kalaulah ada di antara makhluk-Nya yang memiliki beberapa peran seperti Robbul ‘Aalamiin, maka peran kedua orangtua adalah permisalan kecil yang dipilih-Nya.

Mari kita rasakan sejenak bagaimana kasih sayang kedua orangtua kita di masa lalu ketika kita masih belia! Jika kita tidak bisa merasa-rasakannya, maka lihatlah sepasang suami istri, ketika sang istri sedang dalam masa kehamilan. Mereka berdua benar-benar mempersiapkannya.

Sang suami semakin semangat banting tulang mencari nafkah untuk membiayai seluruh kebutuhan istri selama proses kehamilan hingga kelahiran. Begitu juga sang istri yang mempersiapkan segala hal untuk proses persalinan. Dari mulai memilah dan memaksakan untuk memakan makanan bergizi, sekalipun awalnya tidak suka.

Perlengkapan bayi pun sudah dipersiapkannya, kemudian untuk asupan rohani, sang istri menghabiskan malamnya dengan memperbanyak tilawah Al-Qur’an. 

Demikianlah keseharian mereka selama sembilan bulan selama masa kehamilan. Beban yang dibawanya semakin besar dan berat memenuhi rahimnya. Al-Qur’an mengistilahkannya dengan kata “wahnan ‘alaa wahnin”, kepayahan di atas kepayahan. 

Jiwa kasih sayang yang Alloh anugerahkan kepada orangtua kita, benar-benar mengantarkan pada rasa sayang yang begitu dalam kepada kita.

Kemudian setelah kita lahir ke dunia ini, cinta keduanya semakin bertambah. Mungkin kita yang saat itu masih bayi tidak ingat sedikitpun tentang lembutnya kasih sayang mereka. Untuk melihat kelembutannya, lihatlah bagaimana perlakuan seorang ibu kepada anaknya.

Di sisi lain, Alloh pun menyempurnakan penciptaan makhluk-Nya dengan proses yang penuh kelembutan. Alloh menyentuh sang bayi dengan cinta-Nya. Setelah beberapa bulan si bayi dilatih menghisap jempolnya, ketika lahir ke dunia, mulut bayi yang masih lemah itu Dia tempatkan di payudara Ibunya.

Lihatlah betapa indah kekuasaan-Nya! Alloh terus mengawal dan menyempurnakan ciptaan-Nya menuju keadaan yang lebih sempurna, sehingga siap menjalani takdirnya sebagai hamba Alloh yang Maha Penyayang.

Beranjak ke usia dewasa, sebenarnya rasa sayang orangtua kita masih seperti dahulu. Konon, berapapun usia kita, orangtua kita selalu menganggap kita sebagai anak kecil yang dulu ditimang dan digendongnya.

Memang di usia dewasa ini intensitas komunikasi ataupun asuhan dari orangtua kita tidak seperti ketika kita kecil, namun hal itu biasanya bukan karena orangtua yang mengurangi, tapi justru karena kita yang sering merasa sibuk sendiri.

Kesimpulannya, di dunia ini tidak ada yang lebih mewakili peran yang semisal dengan Robbul ‘Aalamiin kepada makhluk-Nya melebihi kasih sayang dan pengorbanan orangtua kepada anaknya.

Setelah kita melihat besarnya kasih sayang orangtua kita, ketahuilah bahwa kasih sayang Alloh jauh lebih besar daripada peran keduanya sekaligus. Peran Robb yang Alloh sandang benar-benar merata merahmati seluruh ciptaannya. Bahkan Alloh lah yang menciptakan proses indah tersebut. Maha besar Alloh!

Dia menciptakan seluruh makhluk-Nya yang tak terhingga jumlahnya, sekaligus mengawal proses kejadiannya, menyempurnakan ciptaan-nya, menjaganya dan menjamin rezekinya. Hal ini sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al-A’la ayat 1 dan 2:

سَبِّحِ ٱسۡمَ رَبِّكَ ٱلۡأَعۡلَى  ١ ٱلَّذِي خَلَقَ فَسَوَّىٰ  ٢
“Sucikanlah nama Robbmu Yang Maha Tingi. Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),”

Kemudian di dalam surat Hud ayat 6:

وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ  ٦
“Dan tidak ada satu pun dari makhluk-Nya yang melata di bumi melainkan Alloh-lah yang menjamin rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam makhluk-makhluk itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

Kesempurnaan proses penciptaan dan penyempurnaan tersebut bukan hanya ada pada manusia saja, akan tetapi begitu pula dengan makhluk lainnya, semuanya tak lepas dari kasih sayang-Nya. Semuanya benar-benar dalam perhatian dan penjagaan-Nya.
Setelah diciptakan, Alloh tidak membiarkan makhluk-Nya begitu saja. Dia selalu menjaga dan memperhatikan makhluk-Nya. Ya! Setiap hari, Alloh sibuk memperhatikan anda, wahai pembaca! Juga sibuk memperhatikan anak, orangtua, teman, guru, murid, dan semua orang.

Dia pun sibuk mencurahkan cinta-Nya kepada segenap ciptaan-Nya. Namun Alloh adalah Al-Waahid Al-Qahhaar (Yang Maha Tunggal dan Maha Perkasa) yang tak pernah merasa lelah dan tidak butuh istirahat. Bahkan pada setiap malam yang selalu kita lalui, Dia sangat menanti berbagai pengaduan kita disepertiga malam. Dia ingin kita hanya mengeluh dan meminta pertolongan kepada-Nya. Hanya kepada-Nya!

Maka sangat pantas sekali kita memberikan seluruh pujian hanya kepada-Nya. Karena memang tak ada satupun yang mampu menjadi tempat bergantung kecuali hanya Alloh. Raja perkasa tiada tara, yang Maha kuasa tanpa cela.

Ikhwatul ahibba! Itulah sepercik hikmah pemahaman tentang Alhamdulillahi robbil 'aalamiin. Betapa luas kasih sayang-Nya apabila kita mencoba meresapinya. Itulah yang dimaksud dengan tafsir perkata. Tujuannya adalah untuk mengupgrade skala pemahaman kita tentang Ummul Kitab, yaitu surat Al-Fatihah.

Jika seluruh ahlul kiblah (kaum Muslimin) mendalami surat Al-Fatihah ini, maka in syaa Alloh kita akan lebih diberikan kekhusyuan ketika sholat, dan kita akan berusaha melewati setiap ayat di dalam surat Al-Fatihah dengan pemahaman yang mendalam, serta akan menyesal apabila kita melalui bacaan Al-Fatihah tanpa memahaminya.

You Might Also Like

0 komentar: