Wahai Guru, Sesekali Pujilah Muridmu! Bisa Jadi Pujianmu Dapat Mengubah Hidupnya

17.34.00 Pustaka Abu Hizqiyal 0 Comments




Oleh: Khalid

"Ini adalah kisah tentang kami, yang suatu hari Allah ubah melalui seuntai kata melalui guru kami yang mulia. Itu perkataan yang selalu terngiang dan menjadi titik balik yang mengubah hidup kami saat ini." Ada banyak orang yang mengalami hal seperti ini, saya hanya mewakili saja.

Kisah ini berawal ketika saya menginjak semester dua di sebuah kampus di Bogor. Saat itu, program asrama mewajibkan saya dan teman-teman untuk menghafal kitab suci Al-Qur'an. Seperti biasanya, terjadi sebuah disparitas yang membuat kami berlevel-level berdasarkan kemampuan menghafal. Saya masuk ke level yang paling rendah.

Sebelumnya, izinkan saya terlebih dahulu memperkenalkan track record saya. Mungkin dapat dikatakan, periode SMA saya diwarnai dengan beberapa kesalahan yang saya rancang sendiri. Kala itu saya tenggelam mendalami dunia musik, terutama musik britpop seperti Beatles dan Oasis. Saya hampir hafal semua lagunya. Maniak musik ini bukan main-main, bahkan diam-diam saya iseng membuat 60an lagu yang terbagi ke dalam 5 album.

Di akhir riwayat, ketika beranjak ke jenjang kuliah, saat itu saya bertekad untuk lebih ngabret untuk bermusik, namun tiba-tiba dengan rahmat dan hikmah-Nya, Allah mengubah haluan hidup saya. Entah apa penyebabnya, yang pasti bukan berasal dari usaha saya. Diduga kuat, do'a orangtua lah yang mengundang rahmat Allah ini.

Kembali ke program tahfizh. Karena basic saya dunia musik hedonis, maka cukup sulit untuk segera melebur dengan cahaya Al-Qur'an. Ada semacam barzakh (pembatas) suci yang menghalangi atau ada pendakian yang cukup melelahkan untuk sampai kepada zenithnya. Kurang lebih seperti itu.

Keadaan itu terus bergulir beberapa waktu hingga menyentuh titik terrendah, hingga kata 'tahfizh' begitu traumatik bagi saya. Sampai pernah ada seorang senior mengatakan, "Khalid, antum jangan dipaksakan! Khawatir nanti jadi gila." Demikian gambaran pendakian melelahkan yang saya paparkan tadi.

Saya berusaha mencari cara menghafal yang termudah. Ada beberapa metode yang digunakan pada waktu itu, saya sampai lupa berapa persis jumlahnya. Sampai suatu saat saya mencoba metode menghafal nada. Saya terus mendengarkan murottal Syaikh Mishary Al-Afasy, mencoba mengikuti nadanya, dan tingkatan oktafnya.

Hingga suatu hari seorang Ustadz yang menyimak setoran hafalan saya di surat An-Najm, dan berkata: "Antum bagus bacaannya. Sesekali cobalah nanti jadi imam di masjid ini!". Perkataan ini selalu terrekam dan membangkitkan motivasi yang hampir terkapar karena trauma.

Ya! Surat An-Najm yang diriwayatkan membuat Abu Jahal ikut bersujud karena takjub ketika mengintip tilawah Rasulullah. Surat yang begitu romantis, yang Allah firmankan dengan begitu lembut dan menyentuh. Memberikan tawaran pemikiran untuk membandingkan Rabbul 'Aalamiin dengan berhala-berhala Quraisy.

Sampai saat ini pun, jika mendengar tilawah surat An-Najm, saya terasa mundur 6 tahun, kembali ke awal masa pencerahan tersebut. Irama jiharkah/a'jam yang dibawakan Syaikh begitu ampuh merasuk lembut ke relung jiwa. Tabaaroka Ar-Rohman alladzii 'allamal Qur'an.

Waktu pun terus berjalan, kata-kata motivasi dari Ustadzku tersebut benar-benar mengubah hidupku, dengan izin Allah. Hingga saat ini semangat untuk mendalami Al-Qur'an masih menggebu. Ar-Rahman telah mengajariku Al-Qur'an.

Kini little library saya dipenuhi dengan buku tentang kajian Al-Qur'an. Saya terus mempelajari ilmunya, dari mulai tahsinnya, tafsir, rasm & dhabt, hingga qira'ahnya, sampai Allah izinkan saya mengajar di banyak halaqah Al-Qur'an. Dan kini saya diberikan amanah mengajarkan Al-Qur'an Hadits (Qurdits) di salah satu sekolah Islam ternama di pulau Jawa. Lihatlah bagaimana kata-kata bijak bisa mengubah hidup seseorang.

Setiap murid datang dengan kelebihan dan kekurangannya. Mereka sengaja dititipkan oleh orangtuanya dengan harapan besar dapat menjadi anak shaleh di masa depan. Amanah itu dititipkan di setiap pundak kita. Maka carilah celah-celah kelebihannya dan berikanlah reward berupa pujian, siapa tahu pujian yang kita berikan dapat mengubah hidupnya, dengan izin Allah.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun pernah memuji Abu Musa Al-Asy'ari lantaran suaranya yang indah ketika bertilawah. Sang Rasul menyebutnya dengan pemilik suara keluarga Dawud. Begitu pula Imam Nafi' Rahimahullah (salah seorang imam qira'ah sab'ah) yang memberikan julukan kepada murid terbaiknya yang bersuara indah dengan sebutan "Qooluun" yang berarti bersuara bagus dan merdu.

Jadi, memuji dengan kadarnya merupakan sebuah sunnah yang perlu kita teladani. Maka, sekali lagi carilah titik unggul dari masing-masing murid kita, dan pujilah kelebihannya itu. Bisa jadi Allah membuat murid kita termotivasi dan bersemangat dalam belajar. Hingga mereka pulang dengan mengantarkan harapan orangtuanya.

You Might Also Like

0 komentar: