Meniti Syukur dengan Menyebutkan Pusparagam Kenikmatan dari Alloh ‘Azza Wa Jalla

23.33.00 Pustaka Abu Hizqiyal 0 Comments


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى ألِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ أمّا بَعْدُ:
    Pembaca yang dirahmati Alloh. Setiap waktu, kita semua mendapatkan kenikmatan silih berganti, baik nikmat batin berupa ilmu agama dan kebahagiaan maupun nikmat dunia berupa materi dan kesehatan. Kewajiban seorang hamba ketika mendapatkan nikmat adalah bersyukur kepada Allah Ta’ala.
   Para ulama terdahulu telah menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah nampaknya nikmat Allah pada lisan hamba-Nya dalam bentuk  memuji-Nya dan mengakui nikmat tersebut adalah berasal dari Alloh ‘azza wa jalla, pada hatinya dalam bentuk menyaksikan dan mencintai-Nya, dan pada anggota tubuhnya dalam bentuk tunduk dan taat kepada-Nya”.
    Dikatakan pula bahwa syukur terbangun di atas lima dasar, di antaranya:
  Yang pertama adalah dengan tunduknya seorang hamba kepada Dzat yang menganugerahkan nikmat. Kemudian yang kedua adalah dengan mencintai Alloh ‘azza wa jalla, Dzat yang memberikan kenikmatan. Selanjutnya ketiga dengan mengakui nikmat itu dari Alloh. Kemudian yang keempat memuji Alloh ‘azza wa jalla atas setiap anugerah nikmat-Nya. Dan yang kelima adalah tidak menggunakan nikmat yang telah diberikan untuk bermaksiat kepada Alloh”
   Dari penjelasan di atas nampaklah, bahwa menyebutkan nikmat Allah hakikatnya merupakan bagian dari bersyukur kepada Allah Ta’ala. Terkait dengan masalah menyebutkan nikmat Allah, Kita harus mengetahui bahwa menyebutkan nikmat Allah merupakan Perintah Allah.
    Pembaca yang dirahmati Alloh. Menyebutkan nikmat Allah yang didapatkan oleh seorang hamba adalah perkara yang diperintahkan oleh Rabbuna ‘Azza wa Jalla. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman dalam surat Adh-Dhuha ayat 11.
فَحَدِّثْ رَبِّكَ بِنِعْمَةِ وَأَمَّا
“Dan terhadap nikmat Robbmu, maka hendaklah kamu sebutkan”.

    Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata berkata di dalam tafsirnya, “Ini mencakup nikmat agama maupun nikmat dunia, kata فَحَدِّثْ disini adalah perintah, yaitu pujilah Allah atas limpahan nikmat-nikmat-Nya, dan bisa saja suatu nikmat tertentu dikhususkan penyebutannya jika memang ada maslahat, namun jika tidak, maka sebutkan nikmat Allah secara umum, karena menyebutkan nikmat Allah mendorong seseorang untuk mensyukurinya, dan mengharuskan hati seorang hamba mencintai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut, karena sesungguhnya fitrah hati seorang hamba mencintai kepada yang telah berbuat baik kepadanya”.

    Dari penjelasan tafsir tadi, kita bisa mengambil faidah bahwa nikmat itu ada dua, yaitu nikmat dalam agama dan nikmat dalam urusan dunia. Jadi sebenarnya, sesorang bisa beribadah dan beramal shalih adalah sebuah nikmat dan anugerah dari Allah. Dan kita diperintahkan untuk menyebutkan nikmat tersebut, sebagaimana kita diperintahkan pula menyebutkan nikmat Allah berupa harta benda dan kenikmatan duniawi sesuai dengan syariat.

    Menyebutkan nikmat Allah yang khusus adalah suatu perkara yang tertuntut, jika memang ada maslahat dan tidak ada ancaman bahaya, seperti  sum’ah dan hasad. Menyebutkan nikmat Allah adalah pendorong seorang hamba bisa bersyukur kepada-Nya, bahkan hakikatnya ia merupakan bentuk mensyukuri nikmat itu sendiri. Hal ini dikarenakan menyebutkan nikmat Allah berarti seorang hamba mengingat dan mengakui bahwa nikmat itu adalah karunia Allah dan ia benar-benar menyandarkan nikmat itu kepada Allah. Diapun menyadari bahwa Dia adalah Robb Yang Maha Pemurah. Sehingga ia pun bersyukur kepada Rabb-Nya.

   Pembaca. Lalu kapankah seorang Muslim diperintahkan untuk menyebutkan nikmat Allah?. Seorang ulama salaf berkata, “Selama menyebutkan nikmat Allah tersebut tidak mengakibatkan bahaya seperti sum’ah dan hasad, maka tidak mengapa menyebutkannya. Namun jika menimbulkan bahaya, maka menyembunyikan nikmat adalah lebih utama”.

   Dalam menyebutkan nikmat Allah perlu diperhatikan beberapa hal, di antaranya: yang pertama, menghadirkan niat dalam hati  hanya untuk melaksanakan perintah Allah.

   Kemudian yang kedua, Sebutkan nikmat yang Anda dapatkan tersebut kepada orang atau sahabat dekat Anda yang mencintai Anda karena Allah. Dan hindari menyebutkannya kepada orang yang diduga kuat ada hasad, iri di hatinya dan tidak suka jika nikmat tersebut Anda kabarkan kepadanya.

   Selanjutnya yang ketiga, Ketika seseorang menyebutkan nikmat Allah secara khusus dikhawatirkan orang lain hasad kepada dirinya, maka hendaknya beralih kepada menyebutkan nikmat Allah secara umum, yaitu nikmat yang diperolehnya dan diperoleh pula oleh orang lain, sehingga dengan demikian Anda tetap bisa melaksanakan perintah Allah yang terdapat dalam surat Adh-Dhuha ayat  kesebelas tadi.

   Yang terakhir, yaitu yang keempat, Harus diperhatikan apakah ada kemungkinan munculnya sum’ah dan hasad atau tidak. Karena jika tidak menimbulkan rasa sum’ah dan hasad, maka menyebutkan nikmat Alloh ini harus ditampakkan. Namun apabila dikhawatirkan akan muncul benih-benih kehasadan dan sum’ah, maka tidak usah disebutkan di hadapan orang lain.

     Pembaca yang dirahmati Alloh. Demikianlah pembahasan kita pada kesempatan ini. Semoga Alloh ‘azza wa Jalla memberikan hidayah kepada kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya, dan tidak segan untuk menyebutkan nikmat-nikmat Alloh sembari memuji dan mengagungkan-Nya di setiap waktu. Dan semoga Alloh ‘Azza wa Jalla senantiasa membimbing hati kita, untuk menjadi hati yang teguh dalam menjalankan syari’at-Nya. Aamin Ya Rabbal ‘Aalamin. Wallohu a'lam.

Semoga bermanfaat! Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

You Might Also Like

0 komentar: