Pentingnya al-‘ilmu qabla al-qauli (Mengetahui secara pasti tentang suatu ilmu, sebelum menghakimi)
Suatu Jum’at yang cerah, diiringi dengan tilawah
Syaikh Mu’ammar Z.A. yang merdu …
Fulan : “Mu’ammar Z.A. bacaan Qur’annya ngga
fasih, tapi kok bisa ya jadi Qoori’
internasional yang diakui??? Ironis!”
Aku :
“Ngga fasih gimana maksudnya, Akhii?”
Fulan :
“Coba dengerin! Panjang pendeknya ngga sesuai. Masa, ‘aamanuu’ dibacanya
panjang tujuh harakat ‘aaaaaaamanuu’, terus ‘kabiiroo’ dibaca ‘kabiiraa’, ‘sholaah’
dibaca ‘sholooh’, ‘kuwwirots’ dibaca ‘kuwwirats’, ‘wal-ardh’ dibaca ‘walardh’.
Maa ro’yuka fii haadzaa?”
Aku :
“Oh, emang gitu bacanya. Itu udah sesuai tajwid dan tahsin, Akh. Itu Al- Qira’ah
As-Sab’ah atau Al-Qira’ah Al-‘Asyrah, varian dalam tilawah Al-Qur’an. Disebut
Qira’ah tujuh atau sepuluh karena ada tujuh atau sepuluh imam qira’at yang masyhur
dan masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Memang ada perbedaan
bacaan, harakat, bahkan makhraj. Yang di-tilawahkan oleh Syaikh Mu’ammar Z.A.
tadi adalah Qira’ah dalam riwayat Hafsh ‘an ‘Aashim dan Warsh ‘an Naafi’ Rahimahumullaah.
Dan bla-bla-bla. . .” (dijelasin panjang-lebar).
Fulan :
“Hmm. . . Begitu ya, Akh. Astaghfirullaah, Anaa udah zhalim terhadap Rajul
(laki-laki berintegritas Islam sejati). Udah nuduh yang engga-engga tanpa ilmu.”
Aku :
“Laa ba’sa. Kan Antum belum tau tadi mah. Sekarang udah tau. Hehe.”
Fulan :
“Yoyoy, Brother! Jazaakallaahu Khairan! Domoo Arigato!”
Hikmah : Begitulah! Terkadang kita menyalahkan ‘amaliyah
(perkataan atau perbuatan) orang lain itu bukan karena kita lebih pinter,
tapi karena kita belum tahu ilmunya.


0 komentar: