Dari Fase John Lennon Menuju Fase Atho’ bin Abi Robah
Seiring dewasa, perspektif tentang kata “Keren” yang
penuh ambisi pun berubah. Dahulu ketika di bangku SMA, ketika masih sangat
polos tentang makna kehidupan, aku sangat berambisi menjadi seorang pemusik
legendaris seperti John Lennon dan Noel Gallagher, yang bergelimang harta dan
pujian serta sensasi. Sampai menjadi seorang Beatlemania dan Oasismania yang
hafal seluruh lagunya. Memasuki masa pencerahan di bangku kuliah, aku bagaikan
masuk ke dalam sebuah karantina yang menjulang tinggi ke atas langit, dimana
aku bisa memandangi hakikat dunia yang sesungguhnya. Mengenal tentang arah dan
tujuan hidup secara hakikat, bukan fatamorgana palsu yang penuh dusta dan
konspirasi.
Saat itu aku mulai sadar tentang apa yang harus aku
cari dan ku kejar di dunia ini. Ternyata bukan tentang harta, dan bukan pula
tentang popularitas. Tapi yang harus aku cari hanya sebuah keridhoan ilahi,
keridhoan dari suatu Dzat yang telah menciptakanku, menciptakan dunia, serta alam
semesta. Yang telah mengatur puspa skenario penuh warna di dunia ini. Dia pula
yang menjadi muara kehidupan kedua bagi seluruh umat manusia. Dialah yang
menyediakan muara penuh bahagia dan muara penuh siksa.
Semenjak itu, aku tersadar. Tak mesti menjadi seorang
John Lennon kedua di dunia ini, namun aku mesti menapaki jalan sang moyang
mulia yang kehidupannya hanya bergantung kepada Dzat ilahi, ialah Atho’ bin Abi
Robah Rohimahulloh. Seorang Habsyi karismatik yang sangat zuhud dan wara’.
Berjalan terseret dengan satu kakinya, memandang dengan setengah inderanya, dan
nafasnya terus mengeluarkan tasbih. Dialah ulamanya para ulama terdahulu.
Sungguh moyang teladan. Sungguh tak layak sebenarnya menyandingkan namanya
dengan kedua penyanyi tadi.
Maka aku bersegera mengambil secarik kertas agenda
untuk melakukan revolusi kehidupan, dari mulai ranjangku, dan terus berjalan
serta berlari mengejar makna kehidupan. Revolusi itu bernama revolusi iman yang
bertabur kebahagiaan. Tak perlu menjadi seorang Lennon atau Noel untuk bahagia.
Cukuplah meneladani Atho’ bin Abi Robah Rohimahulloh untuk menjadi manusia yang
paling bahagia di akhir zaman ini.
By: Abu Hizqiyal, Khalid Al-Ghafiqhie, S.Pd.I.


0 komentar: